Akhwatmuslimah.com – Rasa malas, jenuh, dan futur adalah sifat manusiawi dan wajar bagi setiap orang. Hampir setiap mukmin yang mendambakan memiliki interaksi yang baik dengan Al-Qur’an sering merasakan problem ini. bahkan sepanjang hidupnya akan terus berjuang mengatasi perasaan yang manusiawi ini. hanyalah Malaikat yang tidak memiliki perasaan ini.
Mereka (Malaikat) bertasbih malam dan siang tanpa merasa futur (semangat yang turun). (Al – Anbiya’ 21 : 20)
Adanya perasaan tersebut sejalan dengan tabiat kehidupan itu sendiri yang dijadikan Allah sebagai ujian bagi manusia. Perasaan-perasaan tadi adalah suatu tantangan yang harus dilalui sebelum manusia sampai ke garis finis kehidupannya, yaitu kematian. Dengan demikian, terlihatlah orang yang berhasil atau orang yang gagal dalam menaklukkan tantangan kehidupan yang sangat sebentar ini.
Dengan demikian adalah tidak wajar jika kita menyerah dalam menghadapi keadaan seperti ini, tunduk dengan segala yang diinginkan hawa nafsunya, atau pasrah menunggu perasaan itu hilang dengan sendirinya. Padahal, kita tidak akan pernah tahu waktu hilangnya dari diri kita. Mungkin seminggu, mungkin sebulan, atau sepanjang hidup kita, sedangkan usia kita sudah mendekati titik terakhir. Oleh karena itu, semakin terlatih jiwa kita untuk mengatasi keadaan seperti itu, semakin singkat durasi malas dan futur yang menimpa kita.
Silahkan lihat sendiri realita kehidupan manusia di sekeliling kita. Diantara mereka ada yang dihinggapi rasa malas yang hanya sebentar, tetapi ada juga yang rasa malasnya seolah tidak menemui titik akhir. Semua ini sesungguhnya bergantung pada upayanya mengatasi keadaan itu.
Satu hal yang harus disadari dalam memahami hakekat perasaan itu adalah, kehidupan adalah sebuah perjuangan. Berjuang untuk meraih kehidupan baik yang abadi. Inilah inti pesan dari firman Allah yang berbunyi,
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan penuh susah payah menuju Tuhanmu, Maka pasti kamu akan menemui-Nya. (maka jangan sampai saat kembali kepada Allah, balasannya yang diterima adalah siksaan).” (Al – Insyiqaq: 6)
Dapat dipahami, sikap selalu siap menelan pil pahit perjuangan demi meraih kehidupan baik yang sesuai dengan Al Qur’an dan As-Sunnah adalah sikap yang benar dalam menghadapi tantangan kehidupan. Sangat mustahil jika kita mengharapkan perjalanan hidup ini selalu manis tanpa halangan dan rintangan. Yang penting, bagaimana halangan dan rintangan tersebut menjadi peluang-peluang yang positif untuk meraih kehidupan yang baik dan sukses.
Beruntunglah bila kehidupan seorang dihabiskan dalam rangka mengatasi pahitnya rasa malas dan futur. Begitu besarnya bahaya malas dan futur itu, sampai-sampai Rasulullah setiap hari berdoa,
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ketidakberdayaan dan rasa malas.”
Sekarang, marilah kita pahami hakikat rasa malas dan futur. Tanyakan pada diri kita “Mengapa saya jadi malas dan futur?” Rasa malas adalah keadaan jiwa yang bermasalah karena lelah atau jenuh. Sebagaimana saat fisik merasakan lelah dan bosan, walaupun mengatasi kelelahan fisik jauh lebih ringan daripada kelelahan jiwa. Oleh karena itu, pahamilah penyebab kelelahan jiwa dengan baik agar kita dapat mengatasi masalah dengan baik pula.
Berikut ini beberapa penyebab rasa malas dan futur ada diri manusia sekaligus cara mengatasinya :
1. Rasa malas dan futur yang diakibatkan oleh kelemahan jiwa, sementara aktifitas yang akan kita lakukan sangat membutuhkan kekuatan ruhiyah. Tidak seimbangnya kondisi jiwa dan kekuatan ruhiyah seperti ini kerap membuat jiwa kita tidak siap menghadapi kondisi ini sedang menghinggapi diri kita, jangankan untuk membacanya, bahkan sekadar membuka mushaf pun, kita tidak akan siap melakukannya. Biasanya jiwa yang lemah terjadi karena iman yang sedang melemah, sementara iman yang lemah adalah karena sangat sedikitnya ketaatan atau banyaknya maksiat serta pelanggaran terhadap larangan-larangan Allah.
Jika kita berada dalam keadaan seperti itu, solusinya sangat mudah. Tingkatkanlah keimanan dengan memperbanyak amal shalih dan istighfar. Allah berfirman,
Wahai kaumku : Mintalah ampun kepada Rabb kalian dan bertaubatlah pada-Nya, niscaya Allah menurunkan hujan yang deras dan menambah suatu kekuatan kedalam kekuatan yang ada pada diri kalian. (Hud :52)
2. Rasa malas dan futur yang diakibatkan oleh keadaan yang sangat monoton dan kegiatan yang berlangsung berbulan- bulan secara monoton pula, maka sangat wajar jika tiba – tiba jiwa kita kehilangan semangat berinteraksi dengan Al Qur’an.
Sejatinya ada solusinya lebih mudah lagi jika kita mau mengatasinya, yaitu buatlah situasi dan suasana yang baru. Malas seperti ini sebenarnya hanya karena rasa jenuh dengan lingkungan yang ada di sekeliling kita. Keadaan rumah, masjid, teman, atau tempat jika tidak mengalami kondisi yang bervariasi, sungguh mudah memicu kejenuhan juga. Rasulullah bersabda, “Hiburlah hatimu!”
Menghibur hati dapat dilakukan dengan kegiatan -kegiatan yang mubah, seperti rihlah, rekreasi atau menikmati hiburan yang diizinkan Islam. Hal yang penting adalah jangan sampai berlebih – lebihan dan tenggelam dalam hiburan itu karena tidak mustahil saat melakukan kegiatan yang mubah atas nama tarwihul qulub (penyegaran jiwa), saat itu setan berusaha menenggelamkan kita kedalam mubahat (kegiatan – kegiatan yang hukumnya boleh). Akhirnya, kita menjadi tidak tertarik lagi dengan Al – Qur’an.
3. Rasa malas dan futur akibat beban kehidupan yang sangat berat. Rasa malas seperti ini terjadi karena pecahnya konsentrasi kita dalam menjalani kehidupan. Solusi keadaan seperti ini mirip seperti kasus pertama. Memperbanyak amal shalih dapat mendatangkan pertolongan Allah untuk menyelesaikan semua masalah itu. Untuk itu, janganlah sekali-kali percaya dengan bisikan setan yang seolah-olah mengisyaratkan semakin jauh dari Al Qur’an, semakin cepat penyelesaian masalah yang kita alami.
Yakinlah demi Allah bahwa keadaan yang terjadi adalah sebaliknya. Semakin kita dekat dengan Allah, semakin kuat ruhiyah kita untuk menanggung beban masalah yang dipikul. Selain itu, Allah pun akan segera menolong kita. Ingat janji-Nya,
“Siapa saja yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan jalan keluar dari semua masalah hidupnya dan memberinya rejek dari arah yang tidak diduga. (Ath – Thalaq (65) : 2 – 3)
Rasulullah pun menjanjikan dengan janji yang sama,
“Barang siapa yang banyak beristighfar niscaya Allah akan memberikan jalan keluar bagi setiap masalahnya (yang menghadapinya) dan menjadikan kesenangan dalam kesusahannya serta memberinya rejeki arah yang tidak diduga.” (HR. Abu Daud)
Dari tiga poin di atas, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam menjaga semangat berinteraksi dengan Al Qur’an, yaitu :
1. Kejujuran niat kita kepada Allah, bahwa kita sungguh ingin berinteraksi dengan Al Qur’an sehingga akan selalu yakin ada jalan dalam mengalami kesulitan jika kemauan itu memang kuat.
2. Keseriusan dalam berdoa kepada Allah. Sikap ini merupakan lambang ketawadhuan kita kepada-Nya, sesungguhnya diri kita adalah makhluk yang tidak berharga tanpa pertolongan-Nya, sekaligus kita akan terjaga dari sikap ghurur (bangga diri) dalam beramal, khususnya saat berinteraksi dengan Al Qur’an.
3. Meningkatkan ukhuwah dengan saudara kita yang memiliki cita-cita yang sama, yaitu ukhuwah yang diwarnai rasa cinta, hati yang bersih, selalu mengutamakan kepentingan saudaranya, dan saling mendoakan (lihat QS. Al – Hasyr (59) : 9 -10) sehingga terwujud suasana amal jama’I (kebersamaan). Pasalnya, pada hakikatnya, semua yang kita rasakan dalam proses berinteraksi dengan Al Qur’an sesungguhnya dirasakan semua olehsaudara- saudara kita juga.
==
Sumber : Tarbiyah Syakhsiyah Qur’aniyah / Al Hafidz Ust. Abd. Aziz Abd. Rauf. menaraislam