Akhwatmuslimah.com – Badannya mungil namun semangatnya luar biasa besar. Anak lelaki berumur sebelas tahun ini meski penampilan fisik tampak lemah, namun tekadnya sungguh kuat. itulah dia Idrak Alief.
Putra sulung dari Ibu Ira Rahmawati Madjid ini tidak mudah masuk Al-Hikmah bogor. Ia mulai mendekati pesantren Al-Hikmah melalui pesantren Kilat liburan yang biasa dijadikan ajang pengamatan oleh para musyrif Al-Hikmah, namun Idrak belum masuk radar pengamatan saat itu, alasannya tahsinnya belum sesuai standar Al-hikmah.
Setelah itu kedua orangtuanya mendaftarkan Idrak ke sebuah SMP boarding school berbasis tahfidz di bekasi. Namun hati mereka tetap condong ke Al-hikmah. Maka dengan negosiasi yang cukup baik, akhirnya Idrak diterima menjadi bagian dari keluarga kecil Al-hikmah Bogor, dengan syarat ia harus terlebih dahulu menjalani drilling qur’an. Drilling Qur’an adalah sebuah program perbaikan tahsin yang sangat intensif, sebulan harus menjalani minimal 150 pertemuan. Dan Idrak berhasil melewati program ini dengan baik.
Selanjutnya Idrak mendapat izin menghafal..di tiga bulan pertama pencapaiannya sangat rendah..jauh tertinggal dari rekan-rekan sebayanya. Saya ingat, ayahnya sempat pesimis dengan potensi menghafal Idrak, saat konsultasi dengan Ust Irfan, beliau sempat berucap: “Kalau seperti ini, kapan kamu bisa khatam” dan Idrak hanya diam. Padahal idrak bukan tidak berusaha, ia hanya belum menemukan pola dan metode yang tepat. Dan para musyrif masih dalam proses membantu mencarikan metode yang cocok untuknya.
Idrak sebenarnya pekerja keras yang mengagumkan. ia berjuang dengan seluruh energinya. Di awal-awal ia nyantri, saat belum juga mendapatkan pola menghafal yang tepat, ia seringkali menghafal sambil berlinang air mata. Jika saya atau suami memergoki Idrak yang tengah menghafal sambil menangis itu, maka kami akan segera membujuknya untuk istirahat.
“Sudah nak, sekarang waktunya bermain…atau tidur ya. Alloh tidak akan melihat hasilnya, yang Alloh sukai adalah prosesnya. Dan idrak sudah berusaha dengan baik. Itu sudah cukup nak..” kami usap rambutnya, dan ia mengangguk lalu menutup mushaf dan pergi menyendiri.
Proses perjuangan menemukan metode menghafal idrak ini tidak sebentar. Idrak sendiri kadang mengadu pada ibunya. Ia seringkali membandingkan dirinya dengan teman-temannya. “Bunda, kenapa hafalanku kalah sama Qeis. Padahal aku berjuang lebih keras dari dia” jika sudah begini kami akan cari jawaban yang bisa menghiburnya.
Akan tetapi saya sendiri meyakini kesuksesan dalam diri anak yang punya panggilan Deedat ini hanya tinggal menunggu waktu saja. Karena bahan-bahannya suksesnya sudah ada. Dan benar saja, ia melesat setelah di poles SUPER MANZIL. Suatu kali ibunya pernah sms ke suami:
“Ust afwan, saya mohon saran terkait bagaimana merecovery idrak ke kondisi terbaiknya.. “
“Idrak itu ga usah direcovery, ia punya semangat yang tinggi, mau berkompetisi, sanggup konsisten, siap bekerja keras dan tidak mudah patah semangat. Bekalnya sudah complit. Menangani Idrak itu gampang, karena ia sudah setengah matang. Ia hanya butuh lingkungan yang kondusif saja”, begitu jawaban suami. Karena memang seperti itulah Idrak. Kami yang mengamati kesehariannya..selalu bangga berapapun pencapaiannya…karena anak ini sudah berikhtiar dengan maksimal.
Pada tanggal 14 oktober 2015 yang lalu, ibunya meminta izin kepada pengurus untuk menjenguk sang buah hati. Dan Mudir Al-Hikmah memberi tahu Idrak bahwa besok ibunya akan datang menjenguk.
“Waduh kak, hafalan saya masih 18 halaman lagi” respon Idrak panik.
“Ya udah selesaikan saja, buat umimu bangga”, canda kak Rifki sambil berlalu.
Ternyata ia betul-betul berjuang menyelesaikannya. Dan tahukah anda…pengagum Ahmad Deedat ini berhasil menyelesaikannya. 18 halaman dalam sehari. Semua orang tahu rahasia keberhasiannya: ia ingin membuat bangga ibunya. Bahwa saat bundanya datang menjenguk. Ia ingin membalasnya dengan khataman hafalan Qur’an.
Tanggal 14 oktober yang lalu itu adalah hari yang menegangkan buat Idrak, juga kami. Dan tanggal 15 nya adalah hari yang mengharukan. Sore itu, di simak oleh Ust Hudan, Lc, Al-hafidz dan disaksikan oleh Mudir Al-Hikmah, ust. Rifki, Lc, Al-Hafidz serta dihadiri oleh segenap santri, Idrak mentasmikan hafalannya. Seusai khotmil..ibunya menangis sambil erat memeluk.” MasyaAlloh ustadz..”katanya terisak. “Qur’an telah membuatnya dewasa di usianya yang masih keci”
Oktober adalah bulan ke 12 Idrak mondok di Al Hikmah. Ia memenuhi targetnya akan menyelesaikan hafalan qur’an dalam setahun. Teman-temannya yang dulu berada di depannya kini tersalip. Idrak mendahului mereka dengan kerja keras dan kesungguhannya. Namun ada yang lebih mengagumkan dari kerja keras dan pencapaiannya, motonya: “Meski tak terkenal di dunia, saya ingin terkenal di langit.”
MasyaAlloh..itu adalah kata-kata Fudhail bin Iyadh. [ ]
Sumber: Astri Hamidah