Akhwatmuslimah.com – “Dan berkata Fir’aun: ‘Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui ilah bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat (batu bata), kemudian buatlah untukku bangunan yang tinggi, supaya aku dapat naik melihat Ilah Musa (di langit), dan sesungguhnya aku benar-benar yakin, bahwa dia termasuk orang-orang pendusta’” (QS. Al Qashash [28]: 38)
Siapakah Haman yang disebut dalam Al-Qur’an? Dia adalah seorang menteri pada zaman Fir’aun. Haman disebutkan dalam Al-Qur’an sekitar enam kali. Dalam Al-Qur’an Allah menceritakan kepada kita tentang Haman. Bahwa Fir’aun memerintahkan Haman untuk membangun sebuah bangunan yang tinggi.
Haman juga disebutkan di dalam Injil. Dan di sana disebutkan juga disebutkan juga bahwa Haman diperintahkan untuk mendirikan sebuah bangunan yang tinggi. Namun di dalam Injil Ester, Haman tidak disebutkan bekerja untuk Fir’aun, tetapi untuk raja lain yang bernama Xerxes.
Pada tahun 1600-an, para pemuka agama Katolik yang juga merupakan kaum orientalis pertama yang mempelajari islam, ketika membaca kisah Haman yang disebutkan dalam Al-Qur’an mereka mengatakan bahwa ini adalah kesalahan dalam Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an, Haman disebutkan sebagai seorang menteri Fir’aun di Mesir, padahal dalam Injil Ester disebutkan bahwa Haman bekerja untuk Raja Xerxes, ratusan tahun setelah Fir’aun, di Babilonia.
Para pemuka agama Katolik ini mempertanyakan keabsahan sejarah dalam Al-Qur’an. Dari sudut pandang mereka (orang yang tidak beriman pada Al-Qur’an) Nabi Muhammad pasti telah menjiplak kisah ini dari Injil dan membuat kesalahan dengan mencampuradukkan kisah bangunan tinggi di Babilonia, dan kisah Raja Xerxes dengan Fir’aun.
Yang membuat hal ini sangat menarik adalah pada akhir tahun 1800-an, sebuah badan yang didirikan oleh para pemuka agama Katolik, secara sepakat menyatakan bahwa Injil Ester adalah sumber sejarah yang tidak valid. Mereka sepakat untuk mengakui bahwa kisah Haman di Babilonia hanyalah kisah dongeng, nama-nama yang disebutkan hanyalah karangan. Di ensiklopedia, orang Yahudi bahkan menyatakan bahwa Kitab Ester itu tidak memiliki nilai sejarah.
Tetapi masih tersisa satu pertanyaan, Al-Qur’an memberitahukan tentang Bani Israil sesuatu yang bahkan mereka pun saling tidak setuju. Bahwa apa yang disampaikan kepada mereka, pasti bukan bersumber dari orang yang menyampaikan, tetapi pasti berasal dari yang lebih mengetahui.
Maurice Bucaille, seorang Muslim terkenal yang menulis buku “Bible and Al-Qur’an In Science” sebelum menulis buku ini, ia adalah seorang sejarahwan yang ingin mempelajari tentang sejarah Islam. Ketika ia menemui masalah sebagaimana yang ditemukan oleh para pemuka agama Katolik pada masa lalu, ia akhirnya melakukan riset.
Ia menemukan bahwa di akhir tahun 1800-an, huruf Hieroglif dari Mesir yang sudah mati selama hampir 2000 tahun sedang dihidupkan kembali sebagai suatu bahasa. Jadi, bahkan sejak sebelum kedatangan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam huruf Hieroglif ini sudah mati dan tidak lagi dipergunakan sebagai bahasa.
Kemudian, dengan ilmu Egyptologi, huruf ini kembali dihidupkan oleh ilmuwan Jerman dan Perancis. Mereka datang ke Mesir, mempelajarinya lalu mengembangkannya. Hal ini mulai dilakukan pada sekitar 100 – 200 tahun yang lalu. Mereka juga membuat dokumentasi tentang siapa saja dan apa peranan menteri-menteri sebagaimana yang telah disebutkan dalam sejarah Mesir kuno.
Dalam melakukan risetnya, Maurice Bucaille mengunjungi Perancis dan bertanya kepada seorang ahli Egyptologi apakah mereka menemukan nama Haman dalam catatan kajian tentang penelitian yang telah dilakukan. Sang ahli Egyptologi ini kembali bertanya kepada Bucaille bagaimana ia bisa mengetahui tentang Haman ini.
Bucaille menjelaskan pada abad ke-7 ada seseorang yang mengaku sebagai nabi mengatakan bahwa ada seorang menteri dari Fir’aun yang bernama Haman yang diperintahkan untuk mendirikan sebuah bangunan yang tinggi. Sang ahli kemudian mengatakan bahwa itu adalah hal yang mustahil, tak seorang pun yang dapat mengetahui nama orang dari masa itu karena bahasanya sudah mati selama 2000 tahun.
Maka Bucaille pun pergi ke Jerman untuk melihat nama-nama orang yang merancang arsitek dan menteri-menteri Fir’aun pada zaman Nabi Musa a.s. Di sana Bucaille menemukan nama Haman sebagai menteri yang menangani urusan penggalian batu dan konstruksi.
Nama Haman ini baru terkuak pada tahun 1800-an. Bahkan di Austria ada patungnya dan tertulis namanya Haman dari Mesir. Walaupun kita tidak bisa benar-benar meyakini apakah patung itu adalah Haman yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an atau bukan, namun nama Haman benar-benar ada bahkan tertulis sebagai yang memimpin urusan konstruksi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa mengetahui tentang Haman, seorang menteri Fir’aun pada zaman Nabi Musa a.s, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memberitahukannya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini adalah salah satu bukti kebenaran Al-Qur’an, sesuatu yang dulu pernah ditertawakan oleh orang-orang yang tidak beriman.
Subhanallah..
Batu Rosetta
Sekitar tahun 1799 M, para arkeolog berhasil memecahkan makna tulisan pada sebuah prasasti peninggalan Mesir Kuno, yang dikenal dengan nama ‘Batu Rosetta’. Pada prasasti tersebut, jelas- jelas disebutkan nama Haman, orang dekat Fir’aun Mesir, yang dikenal sebagai pemimpin pekerja batu pahat.
Batu Rosetta adalah sebuah batu granodiorit yang membantu peneliti modern dalam penerjemahan teks kuno dalam naskah demotik bahasa Mesir, bahasa Yunani, dan hiroglif Mesir. Batu ini dibuat pada tahun 196 SM dan ditemukan pada tahun 1799. Karena bahasa Yunani dikenal luas saat itu, maka batu ini menjadi kunci untuk “menerjemahkan” hiroglif pada tahun 1822 oleh Jean-François Champollion, dan pada 1823 oleh Thomas Young. Penemuan ini membantu penerjemahan teks hiroglif lainnya. Batu Rosetta merupakan penemuan arkeologi yang secara tidak terduga muncul begitu saja. Pada pertengahan Juli 1799, ada sebuah laporan yang menyatakan bahwa batu itu tergeletak saja di tanah, ada pula laporan yang menyatakan bahwa batu tersebut ada di dalam dinding yang sangat tua yang diperintahkan oleh kompi pasukan Perancis untuk membersihkan jalan yang akan dipakai untuk memperlebar benteng pertahanan yang pada saat itu dikenal sebagai Benteng St. Julien.
Batu ini ditemukan pada 15 Juli 1799 di sebuah kota bernama Rashid (Rosetta) di Mesir oleh Pierre Bouchard dan telah disimpan di Museum Britania (British Museum) sejak tahun 1802.
Dengan adanya penemuan ilmiah ini, tuduhan bahwa Al Qur’an adalah hasil jiplakan dari kitab Perjanjian Lama terbantah secara mengagumkan. Bahkan Al Qur’an menyajikan beberapa informasi yang lebih otentik, yang tidak ditemui di dalam kitab-kitab terdahulu.
Jelas bahwa Al Qur’an selain berfungsi untuk membenarkan kisah-kisah yang telah termuat di dalam kitab-kitab terdahulu, juga untuk menguji kebenarannya. Tentunya dengan menunjukkan pada peristiwa yang sesungguhnya. [ ]
===
Sumber: eralistyorini, wikipedia