Akhwatmuslimah.com – Dalam kehidupan kita sehari-hari, sudah tentu pernah bertemu dengan orang yang rendah hati. Entah itu di sekolah, lingkungan tempat tinggal, maupun di tempat-tempat lain. Orang yang rendah hati bisa dirasakan dari cara dia bersikap, berbicara, dan berpendirian. Bagaimana perasaanmu ketika bertemu dengan orang yang rendah hati? Tentu kita merasa nyaman dan senang. Demikian juga saat kita bisa menghiasi diri dengan perilaku mulia ini, tentu orang-orang di sekeliling kita akan merasa nyaman saat berada dan bertemu dengan kita.
Rendah Hati
Setiap manusia secara alamiah selalu ingin mendapatkan perhatian yang lebih, mendapatkan pengakuan, menunjukkan kepada orang lain bahwa dia bisa lebih baik dari yang lain, setiap mansia tidak ingin disaingi dan lain sebagainya. Tapi bagaimana jika hal itu didapat secara berlebihan? Tentu saja yang muncul justru adalah rasa sombong, egois, iri hati, dan sejenisnya. Hal-hal itulah yang akan dapat menumpulkan rasa rendah hati di dalam diri itu sendiri.
Tidaklah mengherankan jika orang yang rendah hati disukai oleh banyak orang dan memiliki banyak kawan. Biasanya orang yang demikian akan lebih dekat dengan kesuksesan. Semoga kalian juga menjadi bagian dari orang-orang yang rendah hati ini. Orang yang rendah hati ini tidak hanya disukai oleh manusia, tetapi juga sangat dicintai oleh Allah Swt. Betapa bahagianya hidup ini ketika kita dicintai oleh Allah dan disenangi oleh orang-orang di sekeliling kita.
Seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw., beliau merupakan manusia yang memiliki segala kelebihan. Meskipun demikian, beliau selalu bersikap rendah hati, baik terhadap keluarga, para sahabat, bahkan kepada orang yang memusuhinya. Beliau dikenal sebagai orang yang rendah hati dengan siapa saja.
Sama seperi halnya dengan rendah hati, hemat dan sederhana merupakan akhlak mulia yang juga diajarkan oleh Rasulullah saw. Hemat dan sederhana akan membuat hidup manusia menjadi lebih tenang dan tenteram. Jika kita mau berhemat dan hidup sederhana, perasaan kita tidak akan mudah terpengaruh oleh hal-hal serta keinginan-keinginan yang tidak berguna. Itulah sebabnya mengapa Rasullullah saw. sangat mementingkan kedua sikap ini dalam kehidupan sehari-hari
Allah swt. mengajarkan agar kita memiliki sifat rendah hati. Sifat rendah hati ini harus diwujudkan dalam setiap perilaku kita, baik terhadap diri kita sendiri, terhadap Allah, maupun terhadap orang-orang lain. Seorang muslim yang memiliki sifat rendah hati akan mendapatkan keridhaan dari Allah Swt. baik di dunia maupun di akhirat. Rendah hati disebut juga dengan tawadu’. Pengertian tawadu’ adalah sikap diri yang tidak merasa lebih dari orang lain. Orang yang tawadu’ memiliki keyakinan bahwa semua kelebihan yang ada dalam dirinya semata- mata merupakan karunia dari Allah Swt. Dengan keyakinan yang demikian dia merasa bahwa tidak sepantasnya kalau kelebihan yang dimiliki itu dibangga-banggakan. Sebaliknya segala kelebihan yang ia miliki itu diterima sebagai sebuah nikmat yang harus disyukuri.
Sikap rendah hati dapat terlihat pada saat seseorang berjalan. Dari sini akan terlihat sifat dan sikap kesederhanaan, tidak angkuh, langkahnya mantap, dan tampil dengan jati diri yang dimilikinya. Orang yang rendah hati tidak suka meniru-niru gaya orang lain. Apalagi gaya itu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Orang yang rendah hati ingin tampil sesuai jati dirinya sendiri dan fitrah sebagai manusia. Orang yang rendah hati selalu ingin menjadi dirinya sendiri sesuai ajaran Allah Swt.
Lawan kata dari rendah hati adalah tinggi hati, takabur, sombong, atau angkuh. Pernahkah kamu melihat orang yang berjalan dengan dengan penuh kesombongan dan besar kepala? Orang semacam itu tentu tidak sedap dipandang mata. Jika kita melakukan hal itu, orang lain juga tidak senang dengan penampilan kita itu. Allah juga sangat melarang manusia berjalan dengan kesombongan. Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Isra’/17 ayat 37 yang Artinya : “Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong…”.
Allah Swt. melarang keras manusia untuk memiliki sifat sombong. Hanya Allah Swt. sajalah yang berhak untuk sombong. Semua makhluk temasuk manusia tidak boleh sombong atau angkuh. Tahukah kalian bahwa Allah Swt. sangat murka kepada setan karena keangkuhannya? Waktu itu Allah perintahkan setan untuk meghormati dan menghargai Adam a.s. Namun, mereka dengan sombongnya setan menolak dan menyatakan bahwa mereka lebih baik dan lebih mulia derajatnya dibandingkan dengan Adam as. Setan merasa bahwa dirinya yang diciptakan dari api itu jauh lebih mulia dibandingkan dengan Adam yang hanya diciptakan dari tanah.
Nabi Muhammad saw. berpesan agar kita senantiasa menghiasi diri kita dengan sifat rendah hati (tawadu’) dan menjauhkan dari sifat sombong. Sebagai pelajar, pesan Nabi Muhammad saw. ini dapat kalian terapkan mulai dari hal yang sederhana. Misalnya, ketika sedang mendapatkan pelajaran di kelas. Demikian pula kepada ibu dan ayah, seorang anak harus bersikap tawadu’ kepada mereka. Dengarkanlah nasihat- nasihatnya. Kalian tidak boleh bersikap sombong sedikit pun kepada mereka berdua, misalnya merasa lebih pandai dari orang tua atau menganggap mereka ketinggalan jaman.
Orang yang rendah hati itu derajatnya akan dinaikkan oleh Allah Swt. Sebaliknya, orang yang tinggi hati derajatnya akan diturunkan oleh Allah Swt. Perhatikan nasihat Rasulullah Saw. kepada para sahabat berikut ini:
Pada suatu saat salah seorang sahabat bertanya mengenai rendah hati kepada Rasulullah. Beliau menjawab dengan kalimat yang mulia, “Siapa yang tawadu’ (bersikap rendah hati) kepada Allah satu derajat, niscaya Allah akan mengangkatnya satu derajat, dan siapa yang bersikap sombong kepada Allah satu derajat, maka Allah akan merendahkan satu derajat hingga derajat yang paling hina.” Para sahabat mendengarkan nasihat Rasulullah ini dengan penuh perhatian, mereka kemudian berusaha untuk mengamalkannya.” (Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
Teladan Rasulullah dalam berhemat dan mencintai lingkungan ini sungguh luar biasa. Bila kita dapat meneladaninya, insya Allah lingkungan kita akan menjadi lestari dan terjaga. Dengan demikian manusia yang menghuni bumi ini juga akan merasa lebih nyaman karena sikapnya yang ramah kepada lingkungan.
Kisah Rendah Hati Abu Bakar
Untuk menutup artikel ini, mari kita simak kisah salah seorang sahabat Rasulullah yang merupakan khalifah pertama dalam sejarah Islam, yaitu Abu Bakar Asshiddiq r.a. yang dikenal dengan sifat-sifat rendah hatinya.
Di balik kerasnya hati Abu Bakar r.a. dalam berbagai peristiwa dan keteguhannya membela yang hak, sejatinya hati Abu Bakar sangatlah lembut dan penyayang. Kekhalifahan tidak merubah kepribadiannya dan cara hidupnya. Abu Bakar r.a. tetap rendah hati walaupun telah memperoleh banyak kemenangan dalam berbagai penaklukan. Ia pun tidak merasa lebih tinggi derajatnya dari pada yang lain, bahkan ia tetap berbaur dengan rakyat biasa.
Seorang muslimah pernah menuturkan, “Abu Bakar pernah mampir ke tempat kami tiga tahun sebelum ia diangkat menjadi khalifah. Lalu ia mampir lagi setahun setelah menjadi khalifah. Di dua kesempatan itu, para pelayan perempuan di sekitar datang membawa kambing-kambing mereka, lalu Abu Bakar memerahkan susu untuk mereka!”
Ketika salah seorang pelayan berkata, setelah Abu Bakar diangkat sebagai khalifah-, “Sekarang tentu ia tidak bersedia memerahkan susu kambing-kambing kami!!” Mendengar itu Abu Bakar segera menyanggahnya, “Demi Allah, aku pasti tetap akan memerahkannya untuk kalian. Aku sangat berharap posisi yang aku tempati sekarang tidak merubah diriku dan sikapku yang dulu.”. Subhanallah!
Umar bin Khaththab menceritakan kisah tentang persaingan yang terjadi antara dirinya dengan khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam membantu orang tua buta. Waktu itu Umar mempunyai jadwal membantu seorang perempuan tua buta yang tinggal di salah satu sudut kota Madinah. Ia membawakannya makanan, membantu membersihkan rumahnya dan membereskan pekerjaan rumahnya. Hingga suatu ketika, ketika sampai di sana Umar mendapatkan ada orang lain yang telah lebih dulu melakukan pekerjaan itu. Umar pun mencoba untuk datang lebih sering agar tidak didahului orang itu, lalu Umar mengintai mencari tahu siapakah orang itu. Ternyata orang itu merupakan Abu Bakar –waktu itu ia sudah diangkat sebagai khalifah, Umar berkata kepadanya, “Ternyata engkau orangnya!”
Abu Bakar kerap menjadi hakim yang menyelesaikan perkara diantara masyarakat. Ia menjelaskan dengan fikiran yang cerdas sisi kebenaran dari perkara yang diperselisihkan. Pernah suatu kali oranglaki -laki datang padanya mengadu, “Ayahku hendak mengambil seluruh hartaku untuk dikuasainya!” Abu Bakar lalu menjelaskan pada si ayah, “Silakan engkau ambil sebanyak yang dapat mencukupi kebutuhanmu saja.” Si ayah berusaha mengelak, “Wahai khalifah, bukankah Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Engkau dan hartamu milik ayahmu?” Abu Bakar menjawab, “Betul, tapi yang dimaksud merupakan persoalan nafkah.”
Jika dihadapkan padanya persoalan yang tidak ia ketahui solusinya, Abu Bakar tidak segan-segan bertanya kepada para shahabat apakah mereka pernah mendengar Rasulullah Saw. mengatakan sesuatu terkait persoalan itu. Jika ada yang memberitahunya, ia akan menggunakan sebagai solusi, sebagaimana yang pernah terjadi padanya terkait warisan untuk seorang nenek. Qabidhah bin Dzu’aib menceritakan, “Seorang nenek datang menemui Abu Bakar berkata, “Engkau tidak mendapat bagian, baik dalam Al-Qur’an atau sunnah Rasulullah. Kembalilah esok hari agar aku tanyakan dulu persoalan ini pada orang-orang.”
Abu Bakar lalu menanyakan persoalan itu pada para shahabat lain. Mughirah bin Syu’bah mengatakan, “Aku hadir ketika Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam memberi seperenam untuk seorang nenek.” Abu Bakar bertanya kepadanya, “Apakah ada yang lain yang bersamamu pada ketika itu?” Muhammad bin Maslamah lantas berdiri dan mengatakan hal yang sama. Abu Bakar pun langsung menetapkannya untuk nenek itu.
Umar menempati posisi sebagai hakim pada masa kekhalifahan Abu Bakar. Menurut Umar, pernah dalam sebulan tidak ada dua orang yang bersengketa yang datang padanya.
Pada tahun pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah, ia menempatkan Umar sebagai pengganti ketika dia melaksanakan haji. Kemudian ia melaksanakan haji dari Qabil. Lalu ia melakukan umrah pada bulan Rajab tahun dua belas hijrah. Ia memasuki Kota Mekah di waktu Dhuha dan langsung mendatangi rumah orang tuanya. Waktu itu Abu Qhuhafah sedang duduk di depan rumah bersama beberapa orang pemuda. Dikatakanlah padanya, “Anakmu datang.” Abu Quhafah langsung bangkit berdiri. Melihat itu Abu Bakar segera menghentikan tunggangannya dan melompat turun seraya berkata, “Wahai ayah, jangan berdiri.” Lalu Abu Bakar memeluk Abu Quhafah dan mencium keningnya. Abu Quhafah menangis gembira atas kedatangan putranya. [ ]
====
Sumber : kisahimuslim