Guru yang paling bijaksana adalah Keteladanan
Bagi saya, Pasangan Aa Gym dan Teh Ninih adalah panutan keluarga muslim yang ideal di masa kini. Sungguh membahagiakan hati saya, karena Alloh SWT. memberi saya kesempatan untuk ikut menyimak bacaan al quran juz 30 disambung dengan doa khatam quran yang dilantunkan dengan indah tanpa salah, di luar kepala. Ia yang membaca adalah mempelai pria yaitu Yusuf Maulana, seorang hafidz quran.
Dalam pernikahan itu, ada beberapa poin yang bisa saya simpan dalam memori hati karena sungguh menginspirasi.
1. Pernikahan ini tanpa proses pacaran, hanya 3 minggu setelah Icha dipinang kemudian dilangsungkan akad nikah. Aa Gym bercerita bahwa Yusuf bukan orang baru dalam lingkungan mereka. Aa Gym mengenalnya sebagai seorang yang tidak banyak bicara dan berakhlak mulia. Setahun terakhir, Yusuf dan Icha belajar pada guru yang sama di sebuah pondok pesantren yang berada di kawasan Jogjakarta. Jadi, mereka satu almamater. Kalo kata orang sunda mah saguru saelmu (Satu guru satu ilmu)..hehe.
Inspirasinya bagi saya adalah bahwa tanpa pacaran bukan berarti abai terhadap proses pendalaman karakter. Islam tidak mengajarkan kaumnya untuk memilih asal saja apalagi soal pasangan hidup yang idealnya kudu mampu menjadi pasangan dunia akhirat. Tanpa pacaran, bukan berarti seperti memilih kucing dalam karung. Haruslah melalui proses pendalaman karakter, sehingga mengetahui siapa sesungguhnya orang yang dinikahi, sebab ketika Khadijah melamar Nabi Muhammad pun melalui proses pendalaman karakter, sungguh-sungguh mengenal terlebih dahulu akhlak nabi.
2. Mahar yang diberikan adalah 10 gram emas dan uang 1 dinar dibayar tunai.
Saya melihat ketawadhuan Yusuf dan Icha meski mereka hafidz dan hafidzah, dalam urusan mahar, tidak menyertakan seperangkat alat sholat dan al quran.
Dalam hal ini, saya kemudian membayangkan masyarakat awam di daerah saya yang selalu menyertakan seperangkat alat sholat dan al quran sebagai mahar. Padahal, 2 benda tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh setiap mempelai/pasangan yang memberi dan diberi di alam akhirat kelak. Akan berat, bila 1 kali saja tidak digunakan dan dibaca. Apalagi jika tidak pernah disentuh sama sekali. Wallahu a’lam.
Catatan bagi saya adalah harus berhati-hati dan berpikir ratusan kali jika saya harus menerima mahar seperangkat alat sholat dan al quran, karena 2 benda tersebut fungsi dan kegunaannya sungguh utama. Sementara sholat dan bacaan quran saya masih tergolong biasa. Kalo kata sahabat saya mbak Emma Kusumowardani mah, “Ingat hisab.” kiki emotikon
3. Dalam menyiapkan pernikahan, keluarga Aa Gym nggak riweuh (ribet). Bahkan hingga menjelang hari-H, Teh Ninih tetap beraktivitas menjalankan jadwal seperti biasa. Saya juga mengikuti pengajiannya di Daarul Muthmainah, dalam kawasan pesantren Daarut Tauhid-Bandung. Berbeda dengan mayoritas masyarakat di lingkungan saya yang sangat riweuh sampe bikin stress, katanya saat menyiapkan pernikahan.
Pelajaran berharga bagi saya agar tidak usah riweuh dalam urusan menyiapkan pernikahan yang nanti Insya Allah akan saya lalui, karena esensi pernikahan tidak terletak pada resepsi. Tapi, bergantung pada niat di dalam hati. Semuanya, harus karena Alloh.
Mengacu pada pengalaman panca indera saya dalam prosesi pernikahan puteri Aa Gym, sungguh tercermin pola pernikahan yang islami. Saya bangga dan bahagia bisa hadir dalam pernikahan Icha dan Yusuf.
Tinggal di lingkungan pesantren Daarut Tauhid, betapa saya merasakan keindahan dan nikmatnya islam. Alhamdulillah, rahmat dan karunia-NYA tak terhingga saya terima.
Saat menyampaikan khutbah nikah, dalam tangisnya Aa Gym berkata, “Anakku, hidup di dunia hanya mampir sebentar saja. Kehidupan yang sesungguhnya adalah di akhirat kelak. Setiap langkah itu tergantung pada cita-cita. Apa yang didapatkan adalah hasil dari cita-cita. Tidak ada cita-cita yang lebih indah selain ingin berjumpa dan menatap wajah Alloh, di akhirat nanti. Jangan ada cinta yang melebihi cinta kita kepada Alloh. Jadikan pasangan sebagai ladang ilmu dan amal, hendaknya kalian bahu membahu menjadikan Alloh sebagai tujuan. Karena Alloh adalah tujuan kita.”
Barakallahu laka wa baraka ‘alaik, wa jama’a bainakuma fi khair
***
Dan, mata saya pun berkaca dalam suasana bahagia. Butiran halus air mata jatuh tak tertahan.”
Sumber : Adam Ibrahim Aql, Nurul Khotimah