Akhwatmuslimah.com – Ia acapkali berkata kepada orang-orang di sekitarnya, “Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang sebaik-baik amal kalian, yang terbaik di sisi Pencipta kalian, yang lebih meninggikan derajat kalian, dan lebih baik daripada dirham dan dinar?!” Mereka pun segera bertanya kepadanya, “Apakah itu, wahai Abu Darda’?” Ia menjawab, “Berdzikir kepada Allah… dan sung-guh berdzikir kepada Allah itulah yang terbesar.”
Sejak ia masuk Islam dan iman masuk ke dalam hatinya, sedangkan ia bersama Rasulullah SAW, ia belajar dari beliau, dan berjihad bersamanya hingga kemenangan dari Allah datang. Ia menempati “mihrab hikmah” dan menadzarkan hidupnya untuk menyebarkan hakikat dan keyakinan.
Ia menetapi keimanannya. Ia berbuat sesuai keimanan dalam hal tekad, kesadaran dan keagungan. Hingga ia mencapai tingkat kejujuran yang kuat, tingkatan orang-orang yang shalih. Ia bermunajat kepada Tuhannya seraya membaca ayat-Nya, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam’.” (Al-An’am: 162).
Abu Darda’ berkata dalam hadits tentang dirinya, “Aku masuk Islam bersama Nabi a, sedangkan aku seorang pedagang. Aku ingin agar ibadah dan perniagaan berkumpul padaku, tetapi keduanya tidak bisa berkumpul. Akhirnya, aku tinggalkan perniagaan dan bergiat untuk beribadah. Hari ini aku tidak gembira bila aku berdagang lantas aku mendapatkan keuntungan 300 dinar setiap harinya. Bahkan seandainya kedaiku berada di pintu masjid. Ketahuilah, sesungguhnya aku tidak berkata kepada kalian bahwa Allah mengharamkan jual beli, tetapi aku ingin agar aku bersama golongan orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah.”
Ketika Qubrus ditaklukkan dan harta rampasan perang diangkut ke Madinah, orang-orang melihat Abu Darda’ RA menangis. Orang-orang mendekatinya dengan tercengang untuk bertanya kepadanya, dan yang mengajukan pertanyaan kepadanya ialah Jubair bin Nufair. Ia bertanya kepadanya, “Wahai Abu Darda’, apakah yang membuatmu menangis pada hari di mana Allah memuliakan Islam dan pemeluknya?” Abu Darda’ menjawab, “Kasihan kamu, wahai Jubair. Betapa hinanya manusia, ketika mereka meninggalkan perintahNya. Dulu mereka adalah bangsa yang jaya, memiliki raja. Tapi karena mereka meninggalkan perintah Allah, maka mereka menjadi seperti yang kamu lihat.”
Dari sini ia mengemukakan alasan kekalahan yang demikian cepat yang dialami pasukan kaum muslimin di negeri-negeri yang telah ditaklukkan. Dari sini sebenarnya ia khawatir jika kaum muslimin mengalami hari-hari seperti itu.
Para sahabatnya menjenguknya pada saat ia sakit, ternyata mereka menjumpainya sedang tidur di atas tempat tidur yang terbuat dari kulit. Mereka berkata, “Kalau kamu suka, kamu akan mendapatkan tempat tidur yang lebih baik dan lebih nyaman.” Ia menjawab, “Negeri kami di sana, untuknya kami mengumpulkan dan kepadanya kami akan kembali. Kami akan berangkat ke sana, dan kami berbuat untuknya.”
Di masa kekhalifahan Imam Syahid Utsman bin Affan RA, Mu’awiyah RA menjabat sebagai gubernur Syam. Sesuai keinginan Khalifah, Abu Darda’ RA mau menjabat sebagai QadhiSyam pada saat itu adalah sebuah peradaban yang melimpah dengan kesenangan dan kenikmatan hidup. Tapi Abu Darda’ RA berdiri dengan kukuh menghadapi semua orang yang tergoda oleh kesenangan duniawi. Sepertinya penduduk Syam merasa terganggu dengan nasihat-nasihat Abu Darda’ yang selalu menyuruh mereka untuk meninggalkan harta dan kekayaan mereka. Abu Darda’ RA mengumpulkan mereka dan berkhutbah di tengah-tengah mereka, “Wahai penduduk Syam, kalian adalah saudara seagama, tetangga senegeri, dan penolong dalam menghadapi para musuh. Tetapi mengapa aku melihat kalian tidak punya rasa malu?! Kalian mengumpulkan apa yang tidak kalian makan, membangun apa yang tidak kalian huni, mengharapkan apa yang tidak kalian capai. Generasi-generasi sebelum kalian mengumpulkan harta yang sangat banyak, berharap sangat tinggi, dan membangun dengan sangat kukuh. Lantas apa yang mereka kumpulkan itu menjadi sia-sia, harapan mereka hanya tipuan, dan rumah-rumah mereka menjadi kuburan. Mereka adalah kaum ‘Ad yang memenuhi antara Adn hingga Aman dengan harta benda dan anak-anak.” Kemudian ia berkata dengan ejekan, “Siapakah yang mau membeli peninggalan kaum ‘Ad kepadaku seharga dua dirham?”
Abu Darda’ RA memuliakan ulama yang gemar beramal dan ia sangat menghormati mereka. Ia menjawab, “Hati mereka tidak menyukaiku.”
Inilah Abu Darda’ RA yang zuhud, ahli ibadah dan banyak bertaubat. Dialah orang yang ketika manusia memuji ketakwaannya dan memohon doanya, maka ia memberi jawaban kepada mereka dengan ketawadhu’an yang kukuh, “Aku tidak bisa berenang dengan baik, dan aku takut tenggelam.”
Dengan semua ini, dia mengira tidak bisa berenang dengan baik?! Tetapi adakah yang mengherankan. Engkau adalah didikan Rasulullah SAW, murid al-Qur’an, putra Islam pertama, serta sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq RA, al-Faruq Umar bin al-Khaththab RA, Imam Syahid Utsman bin Affan RA dan Imam Ali bin Abi Thalib RA.
(Dinukil dari Rijal Haula ar-Rasul SAW, hal. 244-251)