Akhwatmuslimah.com – Jujur saja setiap orang pasti ingin menjadi yang terbaik. Atau paling tidak memiliki hal-hal yang baik dalam hidupnya. Tempat bekerja yang baik, penghasilan yang lumayan besar, rumah dan lingkungannya yang sehat, suami dan anak-anak yang baik-baik saja. Dan masih banyak lagi standar-standar kebaikan yang kita idam-idamkan. Namun kalau kita mau survey, sedikit dari 10 keluarga muslim, paling banyak 3 diantaranya yang menganggap aktifitas dalam bermasyarakat untuk berkarya dan berguna sebagai salah satu ukuran hidup yang baik.
Hal ini seiring dengan semakin majunya teknologi, derasnya informasi yang datang dari luar (baca : Barat) memaksa setiap keluarga tercemar dengan budaya individual, budaya egois yang lebih mengutamakan dirinya dan keluarganya sendiri. Yang penting keluarganya selamat, yang penting anaknya tidak ikut narkoba, yang pentingÂ… yang pentingÂ…
Keinginan untuk berbuat dalam masyarakat, kemauan untuk berkarya, berprestasi semakin rendah. Terlebih lagi bagi kalangan ibu-ibu, seperti kita-kita ini. Langka sekali menemukan seorang muslimah yang berpredikat ibu rumah tangga yang punya seabrek gawean rumah tangganya namun masih meluangkan waktu dan pikiran dengan aktifitas dalam masyarakat yang tidak kalah hebohnya.
Muslimah Harus Berprestasi
Makna prestasi bagi kalangan muslimah terlebih yang telah berpredikat ibu rumah tangga adalah bukan dia harus jadi juara dalam sebuah perlombaan. Lebih tepatnya ia harus bisa menjadi pelopor dalam perbaikan bagi lingkungannya. Seorang muslimah tidak harus selalu bekerja di luar rumah untuk meraih prestasi tetapi juga tidak hanya di dalam rumah saja. Wanita-wanita Islami yang potensial seyogyanya pandai memanfaatkan dan mengembangkan ilmu yang diperolehnya. Bila ia seorang “tukang insinyur” ataupun lulusan tehnik akan lebih bermanfaat dan berprestasi kalau saja ilmu-ilmu yang dimilikinya tadi mampu menghantarkannya membuka sebuah home industri, misalnya. Sehingga dengan ilmu apa saja, seorang muslimah mampu berkarya, mampu mengamalkan ilmu yang dipelajarinya bertahun-tahun di bangku sekolah atau perguruan tinggi sebagai bekal dakwah di masyarakat. Tidak seperti sekarang yang rata-rata muslimah kita beramai-ramai menjadi pengajar TPA, padahal Sarjana Kehutanan. Atau merasa cukup puas hanya berpredikat ibu dari 4 anak-anaknya.
Selain itu pula hendaknya prestasi muslimah akan lebih terarah bila terspesialisasi. Ibu-ibu akan lebih optimal dalam perannya bila punya keahlian khusus. Ibu A pandai memasak, ibu B pandai merias pengantin, ibu C menulis, ibu D berkebun, dstnya. Sehingga dengan keahlian khusus ini ladang dakwah lebih tergarap maksimal.
Bagaimana Menjadi Agen Perubah yang Handal
Menjadi perintis, pelopor atau istilah kerennya “Agen Perubah” dalam masyarakat dituntut memiliki beberapa hal antara lain :
1. Selalu berpikir positif dan pede (percaya diri)
Selalu berpikir positif kepada Allah, diri sendiri dan orang lain. Yakinlah bahwa Allah memberi kita semua nikmat dan kemudahan sekaligus kesulitan adalah dalam kerangka sejauhmana kita telah pandai mensyukuri nikmat-Nya dengan memanfaatkannya, tidak saja untuk diri sendiri tapi juga untuk masyarakat luas. Allah menciptakan kita dengan kepribadian, kualitas bakat dan intelektual adalah dengan maksud. Semua itu modal dasar bagi kita untuk berbuat. Termasuk cara pandang kita terhadap orang lain. Pandanglah orang lain dari sisi positifnya dan menerima sisi negatif sebagai pelajaran bagi kita. Dengan selalu ber-“positif thinking”seperti ini Insya Allah Pede (percaya diri) akan timbul. Ibu A yang anaknya 5 aja masih bisa aktif di lembaga dakwah, koq kita yang baru punya 1 anak repotnya ngalah-ngalahin ibu A. Malu, ah..
2. Berkepribadian pantang menyerah
Sebagai pelopor dan penggerak, pasti akan menghadapi tantangan, baik dari kalangan keluarga, tetangga, tokoh masyarakat, dllnya. Dengan berbagai hambatan tadi kita dituntut selalu bersemangat, tidak loyo, tidak mudah patah semangat. Semakin mantap kita bersikap saat kesulitan menerpa kita menunjukkan sikap hidup yang matang. Keyakinan akan janji dan jaminan Allah akan datangnya kemudahan setelah kesulitan mampu melahirkan kepribadian pantang menyerah (lihat QS. An Nasyrah : 5-6).
3. Memulai dari diri sendiri
Menyeru kepada orang akan lebih didengar dan diikuti pabila kitanya telah mengamalkan-nya. Selain masyarakat lebih tergerak karena tauladan kita, Allah pun memerintahkan demikian (lihat QS. Ash Shaff : 4).
4. Memelihara motivasi awal
Segala kesibukan kita menjadi muslimah berguna dan berkarya di masyarakat hendaknya dilandasi dengan niat yang lurus dan bersih. Semata-mata untuk mencari ridho Allah. Bukan untuk mencari penghargaan, sanjungan atau apa saja yang sifatnya duniawi. Akan lebih indah dan bermakna bila niatnya untuk ibadah sehingga kelelahan, kepenatan karena aktifitas itu tidak melahirkan kejenuhan yang berarti yang bahkan bisa-bisa membuat kita menarik diri dari medan dakwah tadi. Dengan motivasi/niat yang teguh segala tantangan apa pun bentuk dan rupanya tidak menyurutkan langkah bahkan semakin memberikan energi bagi “si penggerak”.
Merekalah Muslimah Berprestasi
Sekelumit profil berikut ini kiranya bisa dijadikan teladan bagi sekalian ibu-ibu, betapa seharusnya muslimah berbuat.
* Sumarti M. Thohir, ibu rumah tangga dengan aktifitas dalam masyarakat sebagai Redaktur Pelaksana Majalah “Aku Anak Shaleh.”
Mempunyai pandangan bahwa sebagai hamba Allah dengan usia yang tidak begitu panjang tanpa prestasi dihadapan Allah adalah sangat menyedihkan. Prestasi yang dimaksud, seorang muslimah selain sebagai ibu rumah tangga hendaknya memaksimalkan potensi ilmu, pikiran, tenaga dan waktu yang ada. Hendaknya tidak cukup puas dengan prestasi sebagai ibu rumah tangga. Muslimah haruslah juga menghasilkan “sesuatu” yang berguna bagi masyarakatnya (Dikutip dari Ummi, Edisi Feb-Mar 2002).
* Asma Nadia, ibu rumah tangga dengan 2 anak. Penulis novel dan cerpen Islami, Ketua III Forum Lingkar Pena Nasional.
Menurutnya, muslimah dalam hidupnya hendaknya mengibaratkan dirinya sebagai sebuah kristal. Artinya, muslimah sebaiknya mampu berbuat dengan sebaik-baiknya dalam berbagai sisi dengan masing-masing sisi bernilai baik. Sebagai istri pelayanannya kepada suami memuaskan. Sebagai ibu bagi anak-anaknya, dia perhatian. Dan sebagai pekerja, prestasi kerjanya bagus dan sebagai apa saja muslimah itu menekuninya dengan kesungguhan yang luar biasa. Sebagaimana kristal yang dalam setiap sisinya memantulkan cahaya sama indahnya (Hasil wawancara Humaira saat GBSM 2 di Samarinda).
* Anaway Irianti Mansur, istri ust. M. Anis Matta, ibu rumah tangga dengan 6 anak. Aktif dalam sebuah partai Islam bidang Pemberdayaan Peran Publik Perempuan dan di Yayasan Ibu Bahagia.
Menganggap aktifitasnya ini sebagai bahan untuk pengembangan diri, sebagai bukti bahwa “kita orang baik” karena interaksi kita dengan segala lapisan masyarakat dan medan dakwah untuk mengajak orang lain melakukan kebaikan. Dengan beraktifitas menuntutnya harus pandai mensiasati waktu dan kegiatan di dalam dan di luar rumah. Sehingga dinamika di luar rumah tidak berakibat terlupanya anak-anak dan keluarga (Dikutip dari Tabloid MQ edisi Januari 2002).
* Nena Herlina, ibu rumah tangga dengan 7 anak, aktif sebagai pembina di berbagai kelompok pengajian (dari kalangan ibu-ibu, remaja hingga pembantu rumah tangga), Kepala TK Islam Terpadu Uswatun Hasanah.
Menuturkan bahwa sejak menikah, telah sepakat untuk menjadikan dakwah sebagai prioritas. Dengan 7 anak tanpa pembantu di rumah membuat suaminya tidak segan-segan ambil bagian pula dengan urusan rumah tangga. Kegigihannya dalam aktifitas dakwah membina jamaÂ’ah pengajiannya di tengah-tengah kesibukannya sebagai ibu rumah tangga sampai-sampai harus melahirkan akannya yang ke-7 saat pengajian mampu membuat orang terkagum-kagum dan menghantarkannya sebagai peraih Ummi Award tahun 2002 ini (Dikutip dari Ummi Edisi 2002).
Dari beberapa profil di atas tergambarkan betapa cantiknya seorang muslimah yang hidupnya berguna bagi orang banyak. Selain untuk anak, suami dan keluarga ia masih mampu dan mau mencurahkan dengan maksimal apa-apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Anugerah sehat, kuat dan kelapangan waktu.
Seandainya suami ibu-ibu mempunyai pandangan seperti halnya Ust. Anis Matta yang sangat mendukung segala aktivitas istrinya, apakah ibu-ibu akan meraih kesempatan ini? Atau seandainya suami ibu-ibu punya pandangan lain dari apa yanag kita bahas saat ini, apa yang akan ibu lakukan? Jawabannya hanya ibu yang tau.
Sumber: kafemuslimah.com